Depresi berat, empat migran lukai diri

1
527
Contact US +852859865
Contact US +852859865

SELAMA gelombang kelima pandemi Covid-19, empat migran Indonesia di Hong Kong mengalami depresi berat hingga melukai diri karena mereka tidak mampu mengontrol emosi. Keempat migran itu kini dibantu organisasi sosial Peduli Kasih bekerja sama dengan sebuah klinik psikiatri Hong Kong.

Direktur Peduli Kasih Hong Kong Nathalia Widjaja, Rabu (16/3/2022), mengatakan wabah Covid yang membuat banyak orang panik memang bisa menjadi salah satu faktor pemicu depresi. Nathalia juga menjelaskan bahwa depresi berat yang dialami oleh migran Indonesia saat ini terkait erat dengan pengalaman masa lalu mereka, terutama trauma yang dialami pada masa kecil, saat remaja atau menjelang dewasa.

Nathalia menambahkan, “Cukup mengejutkan bahwa ternyata banyak migran Indonesia, yang telah menjadi klien Peduli Kasih, pernah mengalami berbagai macam trauma, terutama kekerasan fisik dan atau kekerasan seksual di masa lalu.”

Tidak hanya itu, Nathalia juga menjelaskan, sesuai dengan hasil penelitian bahwa ternyata faktor keluarga menjadi pemicu utama dari gangguan kesehatan mental para migran Indonesia yang ada di Hong Kong.

“Dari empat klien yang melakukan usaha melukai diri tersebut, ternyata memang mereka pernah mengalami trauma yang berat di masa lalu, trauma yang memprihatinkan, bahkan ada yang mengalami kekerasan fisik dan atau seksual,” tutur Nathalia.

Dia menjelaskan, tim Peduli Kasih mengetahui perihal tindakan melukai diri itu setelah melakukan wawancara kepada empat migran itu sekitar minggu kedua Februari 2022. Dari wawancara tersebut diketahui bahwa mereka mengalami depresi berat, hingga melakukan upaya bunuh diri. Ada yang menyayat lengan dan nadi, ada yang membentur-benturkan kepala ke tembok, ada yang minum obat sakit kepala paramex sampai 10 butir, ada pula yang berhalunasi hingga hampir melompat dari apartemen.

“Dalam screening dan interview itu, kami menanyakan apakah pernah punya pikiran mau bunuh diri? Apakah pernah melakukan percobaan atau upaya bunuh diri? Dan jawabannya ya. Bahkan, ada yang menunjukkan bekas luka di lengan dan nadi,” ungkap Nathalia.

Keempat migran itu kini ditangani oleh sebuah klinik psikiatri Hong Kong. “Untuk kasus depresi berat seperti ini, tidak bisa hanya dengan psiko terapi, tetapi juga harus dengan farmako terapi, dengan obat. Karena mereka sudah tidak bisa tidur dan mood (suasana hati) mereka tidak stabil. Jadi perlu terapi obat agar bisa tidur normal dan obat untuk menstabilkan mood mereka, selain disertai juga psiko terapi,” tutur dia.

Selain itu, kata Nathalia, gangguan kesehatan mental dan depresi juga telah berdampak pada kesehatan fisik mereka. Ada yang mengalami menstruasi terus-menerus selama berbulan-bulan, ada yang mengalami gangguan saraf tubuh atau saraf motorik.

“Yang mengalami gangguan saraf tubuh ini sering merasa sakit seperti saraf kejepit. Itu merupakan dampak dari trauma masa lalu, karena sering mengalami kekerasan fisik,” jelas dia, sambil menambahkan bahwa para klien Peduli Kasih itu juga telah dilakukan check-up fisik secara medis.

Dia menambahkan, majikan dari keempat migran itu tidak mengetahui kondisi tersebut. “Mereka tidak mau majikan tahu, karena takut diputus kontrak kerja,” ungkap dia.

Dia menjelaskan, tiga dari empat migran itu sudah pernah menikah, tapi kemudian bercerai, dan memiliki anak di kampung halaman. Dari segi usia, dua di antaranya berumur 30-an tahun, sedangkan dua lainnya berusia di atas 45 tahun.

Peduli Kasih adalah sebuah organisasi sosial yang memberikan bantuan konseling, pelayanan psikologi dan psikiatri kepada migran Indonesia yang membutuhkan. Untuk penanganan kasus kesehatan mental yang berat, organisasi sosial ini juga bekerja sama dengan Dr. Wong Chung Hin Willy, psikiater dan direktur klinik Hong Kong Psychiatry and Integrated Medical Centre.

“Selama dua tahun terakhir (di Hong Kong), Peduli Kasih bergerak memberikan bantuan konseling dan kami juga memiliki hotline, serta sering mengadakan workshop dan webinar. Dari situlah, kami banyak menerima permintaan bantuan konseling dari pekerja migran,” tutur Nathalia, yang memiliki gelar M.Ed (Master of Educational and Developmental Psychology dari Shandong University, China) dan M.Couns (Master of Counselling dari Monash University, Australia).(*)

Facebook Comments

1 COMMENT

Comments are closed.